Perwakilan Indonesia Bawa pulang Gelar Honorary Mention di AYDA Summit 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 23 mahasiswa/mahasiswi arsitektur dan desain interior dari 13 negara telah mengikuti kompetisi Asia Young Designer Awards (AYDA) Summit 2021. Dayana Aripin dan Evva Lim Fee dari Malaysia dinobatkan sebagai Asia Young Designers of the Year.
Baca juga: Genjot Penanganan Covid-19, BPOM Ubah Dua Regulasi
Mahasiswi Universitas Kristen Petra, Marietta Stefani untuk kategori Arsitektur berhasil menyabet gelar Honorary Mention. Tidak hanya Marietta, Indonesia juga mengirimkan satu mahasiswi terbaik untuk kategori Desain Interior yaitu Patricia Caitlyn dari Universitas Pelita Harapan.
Chief Executive Officer (CEO) Decorative Paints Nippon Paint Indonesia, Jon Tan mengatakan, rasa bangga dengan karya yang sudah ditampilkan oleh Marieta dan Patricia. Mereka telah berhasil membawa Indonesia di kancah Internasional dan mengalahkan 35.000 karya dari 13 negara lainnya.
"Ini menjadi poin penting dalam perjalanan kami ke depan. Kami berharap, pada AYDA selanjutnya semakin banyak karya yang masuk dan muncul sebagai pemenang dari Indonesia," ujar Jon Tan dalam keterangannya, Rabu (14/7).
Marietta Stefani dengan karyanya yang berjudul "Unsighted – Intertwining Multisensory Experience with Architecture" menampilkan perspektif manusia dengan penyandang tunanetra untuk dapat menikmati sebuah karya seni.
"Mata biasa digunakan manusia untuk melihat dan memahami segala sesuatu di dunia. Mata menjadi indra utama yang memiliki peran besar dalam membangun perspektif. Tanpa kita sadari hal umum dalam kehidupan sehari-hari ini ternyata memiliki dampak yang besar, terutama bagi kaum tunanetra," ungkap Marietta.
"Dalam proses spasial normal, manusia akan lebih peka terhadap informasi visual yang dapat menyebabkan okularsentrisme arsitektur. Lantas apa yang harus dilakukan oleh teman-teman tunanetra untuk dapat menikmati seni? Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi bagi saya untuk menciptakan karya Unsighted," lanjutnya.
Dia juga memaparkan bahwa konsep Unsighted merupakan keseluruhan pengalaman multisensori, dengan menstimuli penggunaan indera-indera lain sebagai pengganti indera pengelihatan yang hilang. Mengomposisikan tekstur-tekstur, bunyi-bunyian, bau, dan suara-suara sebagai elemen pengarah yang dapat membantu pengunjung tunanetra memperoleh pengalaman penuh di sebuah galeri seni yang dikombinasikan dengan elemen linear, kontinuitas, ritme, keteraturan dan landmark sesuai teori orientasi dan mobilitas yang digunakan tunanetra.
"Dengan adanya galeri seni ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru kepada penyandang tunanetra, untuk menegaskan kesetaraan bagi semua orang dan memberikan kesempatan kepada tunanetra untuk menunjukkan kemampuan yang mereka miliki," kata Marietta.
Baca juga: Genjot Penanganan Covid-19, BPOM Ubah Dua Regulasi
Mahasiswi Universitas Kristen Petra, Marietta Stefani untuk kategori Arsitektur berhasil menyabet gelar Honorary Mention. Tidak hanya Marietta, Indonesia juga mengirimkan satu mahasiswi terbaik untuk kategori Desain Interior yaitu Patricia Caitlyn dari Universitas Pelita Harapan.
Chief Executive Officer (CEO) Decorative Paints Nippon Paint Indonesia, Jon Tan mengatakan, rasa bangga dengan karya yang sudah ditampilkan oleh Marieta dan Patricia. Mereka telah berhasil membawa Indonesia di kancah Internasional dan mengalahkan 35.000 karya dari 13 negara lainnya.
"Ini menjadi poin penting dalam perjalanan kami ke depan. Kami berharap, pada AYDA selanjutnya semakin banyak karya yang masuk dan muncul sebagai pemenang dari Indonesia," ujar Jon Tan dalam keterangannya, Rabu (14/7).
Marietta Stefani dengan karyanya yang berjudul "Unsighted – Intertwining Multisensory Experience with Architecture" menampilkan perspektif manusia dengan penyandang tunanetra untuk dapat menikmati sebuah karya seni.
"Mata biasa digunakan manusia untuk melihat dan memahami segala sesuatu di dunia. Mata menjadi indra utama yang memiliki peran besar dalam membangun perspektif. Tanpa kita sadari hal umum dalam kehidupan sehari-hari ini ternyata memiliki dampak yang besar, terutama bagi kaum tunanetra," ungkap Marietta.
"Dalam proses spasial normal, manusia akan lebih peka terhadap informasi visual yang dapat menyebabkan okularsentrisme arsitektur. Lantas apa yang harus dilakukan oleh teman-teman tunanetra untuk dapat menikmati seni? Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi bagi saya untuk menciptakan karya Unsighted," lanjutnya.
Dia juga memaparkan bahwa konsep Unsighted merupakan keseluruhan pengalaman multisensori, dengan menstimuli penggunaan indera-indera lain sebagai pengganti indera pengelihatan yang hilang. Mengomposisikan tekstur-tekstur, bunyi-bunyian, bau, dan suara-suara sebagai elemen pengarah yang dapat membantu pengunjung tunanetra memperoleh pengalaman penuh di sebuah galeri seni yang dikombinasikan dengan elemen linear, kontinuitas, ritme, keteraturan dan landmark sesuai teori orientasi dan mobilitas yang digunakan tunanetra.
"Dengan adanya galeri seni ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru kepada penyandang tunanetra, untuk menegaskan kesetaraan bagi semua orang dan memberikan kesempatan kepada tunanetra untuk menunjukkan kemampuan yang mereka miliki," kata Marietta.